![]() |
H.Sumardi Sulaeman |
"Sedikitnya ada 380 kepala keluarga (kk) yang menghuni kedua BTN itu dan semuanya mengeluhkan ulah yang dilakukan oleh pemilik BTN yakni Sumardi," ungkap Andi Takdir, Minggu (14/4/2013)
Ia menjelaskan, para pelapor awalnya menyicil rumah seharga Rp 55 juta sesuai dengan brosur yang diedar oleh pihak developer. Para pembeli rumah type 36 di perumahan itu membayar uang muka dengan pembayaran bervariatif. Ada yang membayar mulai Rp 10 juta, bahkan ada pula yang membayar sampai lunas. Dari keterangan saat pembayaran akad rumah, dijelaskan bahwa rumah ini dicicil sebesar Rp 300 ribu per bulan untuk tahun pertama dan akan naik lagi berkisar Rp 500 ribu pada tahun ke dua. Cicilan itu akan naik lagi di tahun ke enam dengan kisaran Rp 700 ribu.
Selanjutnya, pada tahun ke dua, iuran cicilan rumah di kedua BTN tersebut melejit naik hingga Rp 870 ribu. Warga pun merasa keberatan dan mempertanyakannya di Kantor Cabang Bank BTN Bone yang merupakan tempat pembayaran cicilan rumah. Warga BTN makin heran setelah mengetahaui bahwa uang muka mereka yang tercantum di Bank BTN hanya sebesar Rp 6 juta sehingga cicilannya tidak sesuai dengan brosus yang diberikan pihak developer.
"Padahal diantara kami ada yang membayar Rp 10 juta, Rp 20 juta dan adapula yang lunas. Tapi yang tercantum hanya Rp 5 juta. Belum lagi yang telah membayar lunas hingga kini belum mendapat sertifikat rumahnya," terangnya
Takdir memaparkan, saat membayar akad rumah, ia membayar Rp 11 juta untuk uang muka dan Rp 4 juta untuk proses KPR. Namun setelah ia mengecek ke pihak developer, ternyata angsurannya masih tersisa Rp 49 juta, berarti pihak c hanya memasukkan Rp 6 juta. Ia mempertanyakan sisa uang pembayarannya mukanya yang tidak tercantum di catatan bank.
"Banyak alasan pihak developer kepada warga BTN yang tidak masuk akal, katanya pembayaran letak strategislah, biaya rehab perumahan lah tapi itu semua tidak tercantum dalam aturan KPR dan rumah warga yang rusak juga tetap diperbaiki oleh warga BTN sendiri," terang Takdir.
Wakil Kepala Kepolisian Resort Bone Kompol Dharma Ginting menyebutkan, sebagai anggota Kepolisian, sudah menjadi kewajibannya menerima pengaduan masyarakat. Pengaduan ini kemudian akan diproses ke tingkat penyidikan untuk mencari pembuktian ke tahap penyelidikan.
"Hak masyarakat untuk mengadu dan hak kami menerima laporan," terang perwira nomor dua di Polres Bone ini.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Bonepos, warga di BTN ini juga mengeluhkan adanya teror melalui via telepon. Sejumlah warga yang diancam adalah diindikasi sebagai pelapor dan memiliki keluarga dari instansi keamanan negara. Ancaman yang mencatut nama Wakapolda Sulsel ini meminta agar laporannya dicabut, tidak hanya itu keluarganya yang merupakan anggota polisi akan dimutasi ke daerah lain jika laporan itu tidak dicabut.
Guna menyelesaikan kasus ini, pihak developer juga meminta agar warga berkumpul di mesjid BTN Mahkota II senin (15/4/2013) besok. Warga penghuni BTN tersebut hanya menginginkan sisa uang muka mereka yang tidak tidak dimasukkan di Bank BTN agar dikembalikan.bonepos.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar